APK di Indonesia Rendah, Mendikti Sains dan Teknik Mendorong Perguruan Tinggi Jadi Kepala Kereta Kemajuan Nasional


KABAR TASIKMALAYA

Hingga kini, Persentase Kehadiran Bruto (PKB) untuk Pendidikan Tinggi di Indonesia tetap tergolong rendah. Secara rata-rata, peningkatan durasi pendidikan setiap tahunnya di seluruh negeri mencapai sekitar 0,09 tahun.

Data menunjukkan bahwa Indonesia hanya berhasil mencapai tingkat pendidikan ratarata hingga menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA) pada tahun 2020. Meskipun demikian, sampai dengan tahun 2023, angka kelulusan dari institusi perguruan tinggi masih belum melebihi tersebut.

Data tambahan menunjukkan bahwa di tahun 2024, hanya sebesar 10,2 persen dari populasi yang berusia 15 tahun atau lebih telah menyelesaikan studi tingkat perguruan tinggi.

Fakta-fakta itu disampaikan oleh Menteri Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Profesor Brian Yuliarto, Ph.D., ketika menyelenggarakan kuliah umum bertajuk “Perguruan Tinggi yang Bermuatan: Landasan untuk Inovasi, Ilmu Pengetahuan, serta Solusi Menuju Indonesia Emas” di Auditorium Universitas Silaturahmi (Unsil) Kampus 2 area Tamansari, Kota Tasikmalaya pada hari Sabtu, tanggal 17 Mei 2025.

Di samping menyampaikan kuliah umum, Prof Brian juga menandai peresmian gedung baru Unsil di kampuspunya di Tamansari dengan mengukir prasasti. Tujuh bangunan anyar dilaunching pada momen tersebut.

Terlibat dalam acara itu ada anggota komisi X dari dewan perwakilan rakyat Republik Indonesia, Ferdiansyah; rektor Universitas Siliwangi (Unsil), Profesor Doktor Ir. H. Nundang Busaeri; tokoh masyarakat asal Tasikmalaya, H. Amir Mahpud; kepala lembaga dikti; pemimpin perguruan tinggi di wilayah Priangan Timur; berbagai pegawai pemerintah kabupaten serta kota Tasikmalaya; dan beberapa elemen penting di bidang pendidikan.

Professor Brian menyebutkan bahwa karena tingkat pendidikan di Indonesia belum optimal, hal itu menjadi tantangan bagi perkembangan negeri ini. Dia menambahkan bahwa kondisi tersebut secara tak langsung memengaruhi penghasilan orang-orang yang masih kurang.

“Dengan pendapatan yang tetap rendah ini, hal tersebut juga memengaruhi kualitas pendidikan. Maka masyarakat menjadi kesulitan untuk meningkatkan tingkat pendidikannya akibat penghasilan mereka yang kurang,” ujarnya.

Brian menyebutkan bahwa pendapatan rata-rata bagi masyarakat yang telah berkembang biasanya sekitar 15 juta per kapita. Dia menambahkan, “Oleh karena itu, jika sebuah keluarga memiliki empat anggota, total pemasukannya bisa sampai dengan 60 juta.”

Dengan penghasilan besar tersebut, katanya lagi, tentu saja mereka takkan mengalami kesulitan dalam menempuhkan pendidikan anaknya sampai jenjang perguruan tinggi.



Profesor Brian menyebutkan bahwa berdasarkan potensi yang dimiliki saat ini, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjelma menjadi negara maju di mana Pendapatan Per Kapita warganya bisa mencapai angka Rp15 juta pada tahun 2025 atau 2030 mendatang.

“Saat ini pertumbuhannya baru di angka 5 persen, masih sebagai negara berkembang. Sementara untuk mencapai negara maju, pertumbuhannya harus di angka 8 persen,” kata dia.

Prof Brian melanjutkan, negara maju itu harus punya ambisi. “Dan ambisi ini tercermin dari gerak langkah masyarakatnya. Contoh orang Korea, orang Jepang, masyarakatnya memiliki ambis yang kuat untuk maju,” katanya.

Nah, kata dia, Perguruan Tinggi harus menjadi lokomotif untuk mendorong agar masyarakatnya memiliki ambisi yang kuat untuk maju. “Posisi kampus sangat stragetis dalam mewujudkan masyarakat yang maju,” pesannya.

Maka, dia mengajak kepada seluruh dosen dan perguruan tinggi yang ada di Priangan Timur untuk mendorong masyarakat agar keluar dari Jebakan Berpendapatan Menengah.

“Bila hal ini berhasil dicapai, maka Indonesia akan menjelma sebagai negara berkembang pesat pada tahun 1945 nanti. Tetapi bila tidak sukses, peluang untuk menjadi negara makmur mungkin baru tiba dalam waktu seratus tahun ke depan atau bahkan lebih lama,” ujarnya.

Dia pun menganjurkan kepada seluruh dosen di Tasikmalaya serta sekitarnya supaya turun ke lapangan usaha guna melakukan penelitian dan mengamati secara langsung berbagai masalah yang dijumpai dalam lingkungan bisnis.

“Setelah itu lakukan penelitian, kemudian sampaikan solusinya kepada pemain industri sehingga mereka dapat berkembangkan diri. Tidak ada gunanya lagi jika dosen hanya tinggal di kampus tanpa melakukan apa-apa selain mengajar. Konsep saat ini adalah dosen perlu turun langsung ke lapangan. Lakukan penelitian,” tegasnya.

Tinggalkan komentar